Nikmatnya Kuliner Bercita Rasa Toleransi

Toleransi tidak hanya penting dalam hubungan sosial antar manusia saja, namun juga dalam sisi budaya dan beragama. Khazanah kuliner Indonesia juga tidak lepas dari toleransi.

Beberapa kuliner khas Indonesia ini sebenarnya berasal dari budaya luar, namun ketika masuk di Indonesia, kuliner ini jadi ‘berbaur’ dan menyesuaikan diri dengan budaya serta agama yang ada di Nusantara. Berikut ini kuliner Indonesia yang gambarkan toleransi beragama. Apa saja?

1. Bakpia Pathok

Identik dengan oleh-oleh khas Jogja, ternyata bakpia awalnya bukan berasal dari Jogja atau bahkan Indonesia, namun merupakan makanan yang berasal dari negeri Tiongkok.

Pencetusnya adalah seorang imigran Tionghoa bernama Kwik Sun Kwok yang membawa bakpia sejak masa Hindia Belanda, yaitu sekitar tahun 1940-an ke Yogyakarta.

Asal mula nama bakpia berasal dari kata tou luk pia yang berarti pia kacang hijau, namun ada juga yang menyebutkan bahwa bakpia berasal dari kata ‘bak’ dan ‘pia’ yang berarti kue tepung berisi daging babi.

Pada awalnya, bakpia memang dibuat menggunakan minyak babi dengan isian daging babi. Namun karena warga Jogja mayoritas muslim, bakpia kemudian dimodifikasi menjadi kue yang tidak memakai minyak babi dan dengan isian kacang hijau yang seperti kita kenal sekarang ini.

2. Bir Pletok

Bir pletok menjadi minuman tradisional khas masyarakat Betawi yang populer. Meskipun namanya ‘bir’, tapi tenang, karena bir pletok 100% halal karena tidak ada kandungan alkoholnya.

Minuman ini merupakan budaya yang dibawa oleh Belanda ketika menjajah Indonesia pada zaman kolonial, khususnya saat menduduki daerah Batavia. Karena bir yang diminum para kompeni mengandung alkohol, warga lokal Betawi tidak bisa ikut mengonsumsinya. Mereka pun mengubah bir tersebut dengan kearifan lokal tanpa alkohol namun mirip bir.

Bir halal ini dibuat dari beragam rempah-rempah yang menyegarkan dan menyehatkan tubuh. Tidak hanya sekadar bir, tapi juga berkhasiat baik.

3. Lumpia

Terkenal menjadi jajanan khas Semarang, keberadaan lumpia kini telah tersebar di seluruh penjuru Indonesia. Hidangan nikmat, gurih, serta disajikan dengan saus dan daun bawang ini jadi favorit banyak orang.

Tapi tahukah kamu, bahwa lumpia termasuk kuliner perpaduan antara budaya Tionghoa dan Indonesia serta ada sedikit ‘bumbu’ asmara dalam sejarahnya?

Lumpia sendiri berasal dari dialek Hokkien yaitu ‘lun’ atau ‘lum’ yang berarti lembut, dan pia yang berarti kue. Awalnya, isian lumpia identik dengan daging babi dan rebung.

Namun ketika pencetus lumpia yang berasal dari Tiongkok kemudian menikah dengan perempuan Jawa asli Semarang, mereka mengkreasikan lumpia dengan isian non-daging babi, seperti ayam, udang, dan rebung. Mengingat mayoritas masyarakat Semarang dan sekitarnya tidak mengonsumsi daging babi.

4. Soto Kudus

Kota Kudus tidak hanya terkenal dengan kisah Wali Songo, Masjid Kudus yang ikonik, dan penghasil rokok terbesar saja. Kulinernya juga tak kalah nikmat, yaitu Soto Kudus. Makanan berkuah yang nikmat, segar, dan kaya rempah ini memiliki cita rasa yang khas.

Soto Kudus ini juga memiliki keunikan yaitu pilihan dagingnya bisa memilih sesuai selera, mulai dari daging ayam, sapi, dan kerbau. Karena pada awalnya, soto ini pada dasarnya menggunakan kol, tauge, soun, dan irisan daging sapi sebagai isinya.

Namun pada zaman ketika salah satu Wali Songo yaitu Sunan Kudus datang membawa ajaran Islam di kota Kudus, serta memperkenalkan makanan soto ke masyarakat sekitar, beliau mengganti daging sapi dengan daging kerbau.

Ini sebagai bentuk penghormatan dan wujud toleransi, karena saat itu masyarakat kota Kudus didominasi oleh umat Hindu. Pada kepercayaan Hindu, sapi adalah hewan yang suci. Mereka sepakat untuk tidak memakan dan menyembelih sapi, dan menggantinya dengan kerbau.

Bhinneka Tunggal Ika tidak hanya sekadar semboyan dalam bernegara saja, namun juga merasuk dalam khazanah kuliner Indonesia. Ada kuliner favoritmu?

Comments

Popular Posts