Mengenal Asal-usul THR, Tunjangan Unik yang Hanya Ada di Indonesia!

 

Bulan Ramadan sudah separuh jalan, biasanya selain undangan bukber yang makin berjibun, menu sahur dan berbuka yang sudah tidak seheboh biasanya, di minggu-minggu ini juga biasanya perusahaan sudah memulai membagikan THR.

Ini menjadi hal yang paling dinanti para pekerja di Indonesia. Lumayan, buat kebutuhan di Hari Raya nanti, kan?

Apa itu THR?

Tunjangan Hari Raya atau THR merupakan pendapatan di luar gaji yang menjadi hak para pekerja dan wajib dibayarkan oleh pemberi kerja atau perusahaan kepada para pekerja menjelang hari raya keagamaan di Indonesia.

Kebanyakan perusahaan selain memberi THR dalam bentuk uang sebagai kewajiban, ada juga menambahkannya dengan beragam parsel berupa sembako.

Bagaimana asal-usul THR bisa menjadi hak wajib pekerja di Indonesia?

Konsep THR ini cukup unik dan hanya ada di Indonesia, tidak akan kamu temukan di negara lain. Awalnya, THR adalah program kesejahteraan untuk kalangan PNS saja yang dicetuskan oleh Soekiman Wirjosandjojo, Perdana Menteri Indonesia ke-6.

Aturan mengenai pemberian THR PNS pada saat itu diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1954 tentang Pemberian Persekot Hari Raja kepada Pegawai Negeri. Sesuai aturan tersebut, THR hanya berlaku untuk PNS saja.

Kebijakan ini membuat para kaum buruh menentang keras akan hal ini, karena dianggap tidak adil jika THR hanya untuk PNS saja, padahal mereka juga sama-sama bekerja untuk negeri ini.

Kaum buruh terus mendesak pemerintah agar THR bisa menjadi hak semua pekerja, dan puncaknya kaum buruh melakukan mogok kerja besar-besaran. Untuk mengakomodir suara buruh, pemerintah kemudian menerbitkan Surat Edaran Nomor 3667 Tahun 1954 namun hanya sebagai imbauan, boleh dilakukan oleh perusahaan, boleh tidak.

Aturan mengenai besaran dan skema THR secara tegas dan lugas baru diterbitkan pemerintah pada tahun 1994 melalui Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 04 Tahun 1994 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi pekerja swasta di perusahaan.

Kemudian di tahun 2016, pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan, merevisi peraturan mengenai THR. Perubahan ini tercantum dalam peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016.

Peraturan THR dalam undang-undang

Tenang saja, THR ini bukan asal ada. Karena THR sudah diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 6 Tahun 2016 (Permenaker 6/2016) tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi Buruh/Pekerja di Perusahaan. Permenaker ini menggantikan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.04/MEN/1994.

Kemudian dalam Surat Edaran Menaker Nomor M/1/HK.04/IV/2022, terdapat cara perhitungan THR bagi para pekerja di tahun 2022 yang sesuai dengan Permenaker No.6/2016, dengan perhitungan:

Jika pekerja sudah bekerja selama setahun lebih, maka THR wajib dibayarkan penuh sebesar satu kali gaji. Sedangkan jika pekerja sudah bekerja kurang dari setahun, maka sistem pembagian THR-nya adalah prorate, yaitu jumlah masa kerja/12 bulan dikali satu bulan gaji.

Apakah semua pekerja di Indonesia berhak mendapat THR?

Tentunya iya, dong. Ini sudah diatur dalam Pasal 2 Permenaker 6/2016, yang menegaskan bahwa THR Keagamaan wajib diberikan kepada pekerja yang telah mempunyai masa kerja 1 (satu) bulan atau lebih secara terus-menerus.

Peraturan ini tidak membedakan status dari hubungan kerja para pekerja, apakah statusnya sudah pekerja tetap, masih pekerja kontrak, atau pekerja paruh waktu. Tidak berlaku untuk freelance tentunya.

Jadi jika kamu sudah bekerja lama di suatu perusahaan namun tidak pernah diberi THR, kamu bisa melaporkannya, lho. Karena THR ini merupakan hak setiap pekerja di Indonesia.

Menjadi tunjangan wajib yang unik karena hanya ada di Indonesia, THR bisa menjadi sarana memenuhi kebutuhan ekstra di Hari Raya.

17:00

1.7w

Comments

Popular Posts